Pengaruh Tradisi Jepang pada Arsitektur Minimalis

Ide tentang kesederhanaan (simplicity) hadir pada banyak budaya, terutama budaya tradisional Jepang yang dipengaruhi secara kuat oleh filosofi Zen. Masyarakat Jepang mengolah nilai-nilai Zen menjadi landasan estetik dan elemen desain untuk bangunan-bangunan yang mereka buat.

Konsep Zen tentang kesederhanaan menyalurkan ide kebebasan dan esensi kehidupan. Kesederhanaan dalam konteks ini tidak melulu terletak pada nilai estetis / keindahan, tetapi juga pada persepsi moral yang berusaha melihat nilai-nilai kebenaran dan menyingkap kualitas dan esensi setiap obyek dan material yang digunakan.

Secara kata-kata, konsep Zen diatas mungkin terlalu abstrak dan membingungkan. Namun kita dapat menengok pada contoh fisik karya arsitektur Jepang, misalnya taman Zen (Zen Garden) Ryoanji di Kyoto, yang memperlihatkan konsep kesederhanaan dan esensi yang dimaksud. Taman Zen Ryoanji hanya terdiri atas beberapa buah batu yang disusun menurut aturan tertentu. Itu saja. Sisa ruang yang ada pada taman hanya diisi hamparan pasir yang melambangkan ruang kosong alias kesenyapan.

Zen Garden ( Taman Zen )
Zen Garden Ryoanji, Kyoto
Prinsip estetika Jepang tradisional memang menyukai ruang terbuka dan kosong. Prinsip ini, yang disebut Ma, meminimalkan  keberadaan unsur-unsur penghalang seperti dinding, dan membuka sepenuhnya pembatas antara interior dan eksterior.

Sementara prinsip estetika Jepang yang lain, Wabi-sabi, menghargai kualitas dari obyek yang simpel dan apa adanya (plain). Wabi-sabi tidak menyukai hal-hal yang bersifat tambahan / aksesori yang sebetulnya tidak diperlukan kehadirannya.

Implementasi Wabi-sabi adalah pada seni merangkai bunga Ikebana yang terkenal itu. Bagian-bagian yang tidak diinginkan seperti dedaunan, cabang-cabang, dan lainnya dibuang. Intinya adalah membiarkan elemen dasar yakni bunga-bunga mengekspresikan dirinya tanpa diganggu kehadiran yang lain.

Ide-ide dan tradisi minimalis Jepang mulai mempengaruhi masyarakat barat terutama Amerika pada pertengahan abad 18. Namun pengaruh pada arsitektur mulai terasa pada abad 19.

Arsitek Frank Lloyd Wright memperoleh ide dari elemen-elemen bangunan tradisional Jepang seperti model pintu geser (sliding door) yang memungkinkan untuk 'membawa' bagian eksterior ke interior rumah.

Kekosongan (emptiness) penataan spatial khas Jepang yang mengurangi sebanyak mungkin elemen yang tak diperlukan juga merupakan ide penting yang memberi pengaruh besar pada desain minimalis barat.

Komentar

Posting Komentar